
Cerpen Colah
Antologi
Untuk membaca semua cerpen, silahkan:
Cinta Jangan Salahkan Tuhan
Seorang anak laki-laki berparas putih bersih berpakaian putih merah yang menandakan bahwa ia masih SD, menyusuri jalan hingga tertuju pada suatu pintu yang seolah memanggil dirinya. Memaksa hasrat dalam jiwanya yang membuat langkahnya semakin cepat. Anak itu mulai masuk dengan mengucapkan salam dengan wajah berseri-seri.
“Assalamu’alaikum...” katanya perlahan sambil melemparkan tasnya ke ranjang yang kelihatanya empuk hingga tasnya pun memantul kembali. Kemudian laki-laki itu bergegas ke ruang tamu.
“Wa’alaikum salam, Gimana tesnya? Bisa?” tanya seorang wanita yang tampak seperti ibu-ibu dari balik ruang yang terlihat sedang mencuci piring. Suara gemericik air pancuran yang mengenai piring seolah mengiringi peristiwa itu.
“Mirza!” ujar Ibu itu agak keras sambil melanjutkan cucianya.
“Kalau nggak bisa aku tak mungkin sudah pulang Bu, dan satu hal lagi ini UN, bukan Tes biasa” jawab Mirza dengan nada malas sambil menghampiri Kucing orange yang tertidur pulas di shofa karet warna hijau daun.
“Gampang apa susah?” tanya Ibunya lagi sambil mematikan keran dan disambung mengelap piring-piring.
“Gampang” jawab Mirza sambil mengelus-elus leher Kucingnya. Kucing itu pun terlihat nikmat dengan memejamkan mata sambil mengangkat kepalanya. Mirza memang anak yang cerdas. Namun tak cukup cerdas untuk mengendalikan kesombonganya
“Gampang berarti 100 lho…” ujar Ibunya meremehkanya. Ibunya kemudian berjalan ke ruang tamu dan ikut duduk di shofa dengan jarak yang berjauhan.
“Halah, ngapain nyuruh aku dapet 100? Ibu sendiri nggak pernah kok” balas Mirza.
“Anak itu harusnya lebih pintar dari orang tuanya. Jangan sampai lebih pintar orang tua dari pada anaknya. Ntar memalukan” kata Ibunya sambil melihat ke jendela. Sementara Mirza hanya menirukan perkataan Ibunya dengan menggoyangkan bibirnya seolah mengejek perkataan Ibunya.
“Halah cerewet sih, udahlah Bu…jangan ganggu Mirza. Capek habis Ujian. Mau main sama Kucing” ujar Mirza sambil membopong Kucingnya pergi dari ruang tamu. Mirza pergi menuju halaman belakang rumahnya sambil menaruh Kucingnya. Kucingnya pun bangkit dan mengarahkan kaki depanya maju dan menekuk tubuhnya ke bawah. Begitulah cara Kucing melemaskan tubuhnya.
Mirza terlihat gemas. Apalagi sekarang Kucingnya mandi pasir dan kemudian menjilat-jilat tubuhnya. Mirza hanya tersenyum.
“Puss…” kata Mirza memanggil Kucingnya dengan lembut. Namun sang Kucing tidak mempedulikanya dan masih sibuk dengan tubuh dan bulu-bulunya yang lembut.
Serontak mata Mirza terlihat kosong. Seolah memikirkan sesuatu. Tampaknya Mirza sedang melamun sambil melihat Kucingnya.
Kucingku…
Kau begitu lucu…
Begitu menggemaskan…
Hanya kau satu-satu temanku di dunia ini…
Yang ada di saat aku kesepian…
Sendiri…
Dikala aku sedih…
Dikala aku bahagia…
Aku menyayangimu…
Kata Mirza dalam hati. Kemudian Mirza mendekati Kucingnya dan mulai mengelus punggung serta bulunya yang lembut.
“Aku begitu kesepian, andai aku memiliki seorang Adik. Aku pasti akan sangat menyayanginya” kata Mirza dengan amat sangat pelan sekali. Dan mungkin hanya dia dan Tuhan yang dapat mendengarkan perkataanya.
***
Dinginya angin malam mulai terasa. Kicauan burung mengiringi tenggelamnya sang surya. Langit memerah diikuti lantunan rekaman Tilawatil Qur’an dari speaker masjid tua itu.Beberapa saat kemudian adzan berkumandang menandakan waktu sholat. Mirza bergegas ke masjid dengan baju koko putih, sarung hitam serta peci putih.
Sholat pun ia jalani dengan hati yang ikhlas. Setelah sholat selesai, lantunan salam sang Imam diikuti oleh Makmumnya. Namun Mirza tidak langsung pulang. Tetapi berdo’a kepada Allah.
“Ya Allah, tolong engkau obati rasa kesepianku. Ya Allah, berikanlah aku seorang Adik. Ya Allah, trimakasih telah kau lancarkan ujianku. Jadikan aku lulus dengan nilai yang baik. Buat orang tuaku bangga Ya Allah. Amin…” berikut do’a Mirza yg di ucapkan dalam hati. Kemudian Mirza mengusapkan tanganya ke wajahnya. Mirza pun bangkit kemudian bergegas pulang ke rumahnya.
***
Liburan panjang telah usai. Kini saatnya Mirza menyibukan diri sebagai pelajar kelas 3 MTs. Mirza berangkat dengan mengendarai sepeda motor Ninja hadiah dari ayahnya karena peringkat pertama di kelasnya. Sekolah dijalani dengan bahagia seperti biasa sampai akhirnya saat pulang sekolah, dia mendapat kabar yang mengejutkan bahwa Ibunya telah hamil 2 minggu.
Alangkah bahagianya Mirza hingga setiap hari kesekolah tersenyum terus hingga dikira dia gila oleh temanya. Sampai 9 bulan lebih 1 hari Adik perempuanya lahir dengan selamat dan diberi nama Dania.
Sepanjang hidupnya, Mirza menyayangi Adiknya dan tak pernah sekalipun membentaknya. Mirza selalu ada disaat Adiknya membutuhkan. Saat Dania ketakutan, saat butuh bantuan PRnya, saat minta didongengkan, minta diantar ke kamar mandi, sampai minta menemani tidurnya. Mirza tak tidur sebelum Adiknya tertidur pulas. Alangkah besarnya kasih sayang Mirza pada Dania. Sehingga Dania lebih suka bersama Mirza dibanding orang tuanya sendiri.
***
Beberapa tahun berlalu dan sekarang Dania telah berusia 15 tahun. Dania tumbuh cantik dan sudah mengerti apa artinya cinta. Namun, Dania salah menempatkan cintanya. Dia mencintai Mirza yang berstatus Kakaknya sendiri. Namun Dania tak mengungkapkanya. Ia hanya menuliskan pada buku diarynya.
Kakak…
Andai engkau tau aku nyaman di sisimu…
Aku tau inilah yang di sebut cinta…
Aku hanya ingin bersamamu pada dua waktu…
Sekarang…
Dan Selamanya…
Kata Dania pada torehan tinta di kertas. Sampai saat ini giliran Dania yang melayani Kakak tersayangnya. Dania ada disaat Mirza membutuhkan. Selalu menyediakan minuman saat Kakaknya pulang kerja, memijit Kakaknya ketika sedang sibuk di depan layar monitor, dan menjadi tempat curhat dari masalah sehari-hari yang dialami Kakaknya. Dania tak ingin membebani Kakaknya dengan masalah-masalahnya karena dia mencintai Mirza.
Dania merasa bahagia karena dia semakin dekat dengan Kakak tersayangnya. Begitu pula Mirza yang senang akan tingkah laku Adiknya.
***
Kisah bahagia Dania pun berakhir 2 tahun kemudian. Saat Dania sedang bersih-bersih rumah sambil tersenyum karena kebahagiaanya, tiba-tiba dia dikejutkan kedatangan Kakaknya.
Dania heran akan seseorang yang bersama Mirza. Wanita cantik yang terlihat sepantaran dengan Mirza masuk ke rumah dengan digandeng Mirza. Mereka berdua tampak berseri-seri.
“Assalamu’alaikum… Ayah, Ibu, Adik…” ujar Mirza sambil memanggil keluarganya. Tak lama, Ibu dan Ayahnya serta Dania datang menghampiri Mirza.
“Wa’alaikumsalam, Eh…ini perempuan cantik siapa Mir?” tanya Ibunya sambil tersenyum. Ayahnya juga tersenyum kecuali Dania yang terlihat mrengut menekuk wajahnya.
“Yah, Bu, Adik…Ini Halizah, teman Mirza waktu MI, MTs, sampai Kuliyah dan bekerja. Ini calon menantu ayah dan Ibu…” jawab Mirza dengan lembut.
“Subhanallah Mir…Ini cantik Mir, apa lagi berjilbab gini. Terlihat Sholeha…” puji Ibunya.
“Trimakasih ya bu, Ibu bisa saja…” kata Halizah malu-malu.
“Iya Mir, gak salah kamu pilih mantu Ayah. Biar cucu Ayah ganteng dan cantik seperti orang tuanya. Hehe” ujar Ayah Mirza dengan tertawa kecil. Dania hanya diam dan langsung masuk ke kamar tanpa berkata apapun.
Semuanya terlihat heran dengan tingkah laku Dania yang tak biasa. Di kamar, Dania langsung berbaring tengkurap dengan kepala tertutup bantal dan menangis. Alangkah sedih teriris hati Dania karena cinta.
“Ap..pa salahku Ya Allah..” kata Dania dengan mulut terbungkam bantal di mukanya. Tangis Dania tak henti-henti hingga malam larut. Namun, tangisan Dania tak dihiraukan keluarganya. Akhirnya Dania memaksakan diri keluar kamar dan menjalani harinya seperti biasa seolah tak pernah terjadi suatu apapun.
***
Hari-hari berlalu dengan kesedihan yang dialami Dania. Rasa sakit bertubi-tubi yang tak bisa dibayangkan pedihnya. Hingga akhirnya 5 bulan berlalu dan kini Mirza telah 3 minggu menikah dengan Halizah.
Suatu saat Mirza pergi bekerja dan orang tuanya berbaring dikamar, Dania mencari kesempatan untuk menemui Halizah. Akhirnya Dania pun berhasil menggiring Halizah di kamar. Dengan muka takut, Halizah menuruti Adik iparnya.
“Sebenarnya aku mencintai Kak Mirza. Dan bukan cinta Adik kepada Kakak. Namun cinta layaknya seorang kekasih” ungkap Dania di depan Halizah. Alangkah terkejutnya Halizah akan perkataan Dania. Sampai-sampai matanya terlihat bulat karena dia terkejut.
“Dan kau!!! Mesti ingat. Jangan sekali-kali kau buat hati Kakakku itu tersakiti…!!!” ujar Dania kasar sambil menunjuk-nunjuk kepala Halizah. Halizah hanya terpaku sambil mengeluarkan air mata tanpa berkata apapun. Halizah terisak-isak sedih.
“Hiks…hiks…hiks…” ungkap sedih Halizah.
“Jika itu terjadi, aku tak segan-segan bertindak!!” lanjut Dania dengan tatapan mata yang tajam dan langsung meninggalkan Halizah di kamar sendirian. Namun tiba-tiba.
“Hoeeks…” suara Halizah yang muntah dan langsung terjatuh ke arah kasur. Dania pun membalikan badan dan terkejut dengan yang terjadi dan berteriak.
“Toloong…” suara Dania yang membuat kedua orang tuanya terhentak dan lekas menolong Halizah. Ternyata Halizah sedang hamil 1 minggu. Tak lama kemudian Mirza datang.
Dania yang ketakutan bergegas ke kamar dan membaringkan tubuhnya. Dengan ketakutan Dania menulis dalam diarynya.
Aku khawatir...
Bukan Khawatir keadaan Halizah…
Tapi khawatir Kakak ku mengetahui bahwa aku yang telah menyebabkan Halizah pingsan.
Tapi yang paling aku benci ternyata dia mengandung…
Aku yang seharusnya berhak mendapat anak dari Kak Mirza…
Namun itu tak mungkin…
Begitulah isi tulisan Dania yang di tulis dengan wajah yang suram seperti yang menuliskan bukan dirinya. Mukanya bagai gerhana yang tertutup kabut hitam. Hatinya kelam dipenuhi emosi. Entah setan apa yang merasuki diri gadis manis secantik Dania.
***
Suatu hari di esok yang cerah, membuka cakrawala baru dengan penuh suka cita. Hari ini Dania sedang pergi melamar pekerjaan bersama dengan teman seangkatanya. Di rumah, Halizah sedang hamil tua dan tak bisa mengerjakan tugas rumah. Akhirnya Mirza mengambil cuti dan melaksakan tugas yang seharusnya milik Halizah.
Mirza mencuci, mengepel, menyapu, dan bersih-bersih. Sampailah Mirza di kamar Dania. Suasana kamar itu tampak sepi senyap. Terdapat kipas angin yang lupa dimatikan. Mirza mematikan kipas itu. Kemudian mata Mirza tertuju pada buku tebal yang terletak di atas meja MakeUp.
Tanpa berpikir panjang, dengan penasaran Mirza mengambil buku itu dan kemudian duduk di kasur itu. Dengan perlahan dan santai, Mirza membuka buku itu perlahan. Buku berwarna hijau itu tertulis “My Diary” pada cover buku itu.
Mirza hanya membuka lembar per lembar buku itu dengan santai. Dan membaca buku itu dengan ekspresi biasa. Mirza terkejut ketika membaca bagian yang menunjukan ternyata Dania menyukai dirinya.
“Benarkah apa yang aku lihat ini?”kata Mirza terkejut. Mirza pun mulai tertarik dengan buku itu dan membacanya. Satu per satu halaman ia buka dan pahami. Hinga sampailah Mirza pada halaman terakhir. Mirza pun terbelalak ketika membaca tulisan
Aku khawatir...
Bukan Khawatir dengan keadaan Halizah…
Tapi khawatir Kakakku mengetahui bahwa aku yang telah menyebabkan Halizah pingsan…
Tapi yang paling aku benci ternyata dia mengandung…
Aku yang seharusnya berhak mendapat anak dari Kakakku…
Namun itu tak mungkin…
Pandangan mata Mirza serontak berubah dan jantungnya pun berdegup dengan kencang. Nafas tak beraturan dengan desir darahnya yang naik menandakan emosi Mirza mulai keluar. Tangan Mirza menggenggam dengan sangat erat dan diangkatnya perlahan.
( BRAAAK…!!! ) suara tangan Mirza yang dia pukukan ke arah meja MakeUp dan membuat tangan kananya itu mengeluarkan darah. Rasa sakit tak dapat ia rasakan karena terselimuti akan emosinya.
“Tak kusangka… Kk..Kau tega melllakukan perrr… buatan ini..Ddddania…” kata Mirza dengan terbata-bata karena sedang di kuasai oleh setan.
***
Kini sore telah tiba. Dania pulang dengan wajah tampak bahagia karena dia telah mendapatkan pekerjaan. Ketika Dania sampai dirumah, ia heran karena lampu masih mati tak seperti biasanya. Dania pun masuk dengan agak gugup.
“Assalamu’alaikuuum…” ucap Dania lembut. Namun ternyata tak ada jawaban. Tanpa ia sadari ternyata dia telah ditunggu oleh Mirza di tengah kegelapan ruang tamu.
Dengan mengejutkan, Mirza langsung bangkit dan mengambil langkah cepat yang membuat Dania terkejut.
( PLAK…!!! ) suara tamparan Mirza dengan tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
“Aduuh…” kata Dania spontan diikuti dengan air matanya. Tangis Dania tak terbendung lagi. Isak tangisnya mengharukan membuat pipi manis Dania terlihat tidak lucu lagi.
“A..aku salah apa kaaak…?” tanya Dania dengan terisak-isak. Dengan tanpa jeda, Mirza langsung menjawab tanpa menunggu Dania menyelesaikan perkataanya.
“Salah appa katttamu…??!! Kau salah banyak…!! Kau salah mencintaiku…! Dan yang paling aku benci darimu, kau membuat Istriku menderita…!!” bentak Mirza yang membuat Halizah serta orang tua Mirza keluar. Mereka semua terkejut akan peristiwa itu. Ibu Mirza yang terkejut langsung berlari menyelamatkan Dania dan membawanya menjauh dari Mirza sambil berkata
“Ya Allah Mir…!! Apa yang terjadi…??” tanya Ibunya agak keras sambil memeluk Dania dan mengelus-elus kepala Dania yang sedang terkapar duduk di lantai dan bersandar di tembok.
“Ibu seharusnya tidak membela wanita seperti ini…!!! Dia tak pantas dikasihani” bentak Mirza pada Ibunya sambil menunjuk-nunjuk kearah Dania yang masih menangis terisak-isak. Sementara ayahnya hanya diam saja menyaksikan kejadian ini. Halizah pun demikian.
“Apa apaan kau Mir…?? Baru pertama kali ini kulihat anak Ibu membentak Dania. Sebenarnya apa yang terjadi Mir…??” tanya Ibu dengan wajah yang terlihat sedih sementara melawan wajah Mirza yang terlihat sangat kelam.
“Dania ternyata menyukaiku. Kakaknya sendiri…!! Dan yang lebih parah, dialah yang membuat Halizah menderita…!!” ujar Mirza yang masih dengan bentakan kasar.
“Hentikan itu sayang, itu tidak benar…” bantah Halizah dengan ikut menangis.
“Bagaimana kamu bisa bilang semua ini Mir…? Apa dasarnya?” tanya Ayahnya dengan nada layaknya orang tua.
“Aku membaca ini semua dari diary Dania…” jawab Mirza tegas. Kemudian Dania pun berani berbicara.
“Lancang sekali Kakak membukanya. Itu privasiku..” kata Dania sambil mengusap air matanya.
“Diam kau perempuan sialan!!” bentak Mirza sekali lagi. Semua pun terkejut akan perkataan Mirza. Dania pun kembali menangis. Dengan menangis Dania bertutur
“Kenapa tidak kau bunuh saja aku kak?? Aku lebih suka mati dari pada hatiku yang tersakiti…” ujar Dania yang masih berlinangan air mata.
“Baiklah jika itu maumu…!! Aku harap malaikat pencabut nyawa datang kemari dan mengabulkan keinginanmu!!” kata Mirza makin kasar.
“Husshhh…perkataanmu di jaga nak…” pinta Ibunya. Mirza pun mengucap Istighfar.
“Hentikan semua ini Mirza… Aku yang tersakiti pun rela dan memaafkan Adikmu. Kenapa kau tidak? Dia mencintaimu juga bukan kesalahanya” pinta Halizah kepada Mirza. Mirza hanya terdiam menunduk meresapi perkataan Istrinya.
“Kak Halizah, aku minta maaf atas semua yang aku lakukan…” kata Dania pada Halizah.
“Sebelum kamu minta maaf, sudah aku maafkan kok Dik…” jawab Halizah lembut sambil menangis haru.
“Cinta memang jahat. Kenapa aku terlahir di dunia merasakan ini. Jika tau begini aku berharap tidak pernah lahir di dunia” ujar Dania dengan nada pasti. Mendengar kalimat itu Mirza teringat akan masa lalunya ketika ia berharap Dania turun ke dunia. Mirza pun mulai meneteskan air mata dengan menundukan kepala.
“Maafkan aku Dik… Aku menyesal telah menyakitimu… Aku tau aku yang berdo’a berharap mendapatkan Adik sepertimu… Itu semua karena rasa kesepianku… Namun kini ku sia-siakan dirimu… Sekali lagi maafkan aku Dik…” pinta Mirza pada Dania sambil mendekati Dania dan bertekuk lutut meminta maaf.
“Iya Kak, aku masih tak mengerti ini salah siapa. Kenapa Tuhan tega memberikan rasa ini padaku? Ini salah Kak Mirza yang berlebihan menyayangiku, ataukah salahku yang mencintai Kakakku sendiri?” tanya Dania bingung yang masih terbebani pertanyaanya sendiri.
“Yang pasti bukan salah tuhan yang telah memberikan cinta. Karena sesungguhnya cinta itu indah” jawab Mirza sambil memeluk Adik dan Ibunya tersayang.
Tangis pun mulai reda. Awan badai seakan hilang dari kepala mereka. Halizah menangis namun tersenyum melihat peristiwa ini. Ayahnya pun yang sedikit mengeluarkan air mata dengan malu-malu dan masuk ke dalam kamar. Dania pun mengusap air mata dan mulai bangkit dengan perlahan yang di bantu berdiri Ibunya.
“Baiklah Kak, Mulai sekarang aku akan menghapus rasa cinta yang telah tertanam begitu lamanya. Akan kucoba meski berat dan pedih rasanya” ujar Dania dengan sedih.
“Maafkan Kakak yang telah membuatmu sakit hati Dik… Kakak berjanji akan mengobati rasa pedihmu sampai benar-benar sembuh” hibur Mirza pada Dania sambil dia berdiri.
“Bagaimana caranya Kak?? Sakit hati itu tak ada obatnya…” tanya Dania dengan wajah heran. Ibunya hanya terdiam heran. Sementara Halizah ingin ikut berbicara.
“Ada satu Dik, Obat sakit hati adalah mencintai orang yang pernah tersakiti juga hatinya…” kata Halizah lembut.
“Kakak akan berusaha mencarikan untukmu Dik…” ujar Mirza untuk menebus kesalahanya.
“Tak semudah itu Kak… Berkali-kali pria datang padaku menawarkan diri mereka, namun kutolak sia-sia. Hanya karena aku mencintaimu kak…” ujar Dania mempersulit Kakaknya.
“Sayang cintamu terlarang Dik… Kamu harus mengarahkan panah cintamu ke orang yang tepat. Yang pasti aku berjanji akan mengobati sakit hatimu Dik…” hibur Mirza sekali lagi yang membuat Dania tersenyum dan diikuti Halizah dan Ibunya yang ikut tersenyum.
“Kakak berjanji?” tanya Dania yang terlihat agak senang.
“Aku belum pernah berbohong kepadamu” jawab Mirza meyakinkan. Dania pun berlari ke arah Mirza dan langsung memeluk Mirza dengan erat. Mirza pun bingung antara membalas pelukan itu atau tidak. Mirza menoleh kepada Istrinya.
Halizah hanya menganggukan kepala sambil tersenyum. Kemudian Mirza membalas pelukan itu dan ikut tersenyum. Ibu Mirza yang tak kuasa haru melihat kejadian ini, ikut masuk ke kamar.
Aku mencintaimu Kak...
Kini bukan cinta yang salah lagi…
Dan cinta layaknya seorang Adik kepada Kakaknya...
Begitulah akhir dari Diary Dania yang menjadi penutup kisah Diary nya. Dan akhirnya beberapa tahun kemudian Dania menikah dengan seorang laki-laki yang lebih baik dari Mirza. Tentu saja Mirza yang mencarikan pria yang pantas untuk Adik tersayangnya.
Kemudian beberapa tahun berlalu Dania dikaruniai anak laki-laki yang berwajah mirip dengan Mirza. Alangkah bahagianya Dania saat ini akan hidup baru bersama keluarga barunya.